Renaissance berarti
“lahir kembali”. Pengertian riilnya adalah manusia mulai memiliki
kesadaran-kesadaran baru yang mengedepankan nilai dan keluhuran manusia.
Suasana dan budaya berpikirnya memang melukiskan “kembali” kepada semangat
awali, yaitu semangat filsafat Yunani kuno yang mengedepankan penghargaan
terhadap kodrat manusia itu sendiri.[1]
Zaman renaissance sering
disebut sebagai sebagai zaman humanisme, sebab pada abad pertengahan manusia
kurang dihargai sebagai manusia, kebenaran diukur berdasarkan kebenaran
gereja, bukan menurut yang dibuat oleh manusia. humanisme menghendaki
ukuran haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir,
berkreasi, memilih dan menentukan, maka humanisme menganggap manusia mampu
mengatur dirinya dan mengatur dunianya. Ciri utama renaissance dengan demikian
adalah humanisme, individualisme, lepas dari agama. Manusia sudah mengandalkan
akal (rasio) dan pengalaman (empiris) dalam merumuskan pengetahuan, meskipun
harus diakui bahwa filsafat belum menemukan bentuk pada zaman renaissance,
melainkan pada zaman sesudahnya, yang berkembang pada waktu itu sains, dan penemuan-penemuan
dari hasil pengembangan sains yang kemudian berimplikasi pada semakin
ditinggalkan agama kristen karena semangat humanisme. Fenomena tersebut cukup
tampak pada abad modern.[2]
Filsafat Barat Pada Masa
Renaissance
Tidak mudah menentukan
batas yang jelas mengenai akhir zaman pertengahan dan awal yang pasti dari
zaman modern. Hal ini disebabkan perbedaan pandangan para ahli sejarah tentang
peralihan zaman pertengahan ke zaman modern. Sebagian ahli sejarah berpendapat
bahwa zaman pertengahan berakhir ketika Konstantinopel ditaklukkan oleh Turki
Usmani pada tahun 1453 M. Peristiwa tersebut dianggap sebagai akhir zaman
pertengahan dan titik awal zaman modern.[3]
Abad Pertengahan adalah
abad ketika alam pikiran dikungkung oleh Gereja. Dalam keadaan seperti itu
kebebasan pemikiran amat dibatasi, sehingga perkembangan sains sulit terjadi,
demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan dapat dikatakan bahwa manusia
tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang mulai mencari
alternatif. Dalam perenungan mencari alternatif itulah orang teringat
pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju, pemikiran tidak
dikungkung, sehingga sains berkembang, yaitu zaman Yunani kuno. Pada zaman
Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi. Kondisi
seperti itulah yang hendak dihidupkan kembali.[4]
Tidak dapat dinafikan
bahwa pada abad pertengahan orang telah mempelajari karya-karya para filosof
Yunani dan Latin, namun apa yang telah dilakukan oleh orang pada masa itu
berbeda dengan apa yang diinginkan dan dilakukan oleh kaum humanis. Para
humanis bermaksud meningkatkan perkembangan yang harmonis dari kecakapan serta
berbagai keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan adanya
kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik Yunani. Para humanis pada
umumnya berpendapat bahwa hal-hal yang alamiah pada diri manusia adalah modal
yang cukup untuk meraih pengetahuan dan menciptakan peradaban manusia. Tanpa
wahyu, manusia dapat menghasilkan karya budaya yang sebenarnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa humanisme telah memberi sumbangannya kepada renaisans
untuk menjadikan kebudayaan bersifat alamiah.[5]
Zaman renaisans banyak
memberikan perhatian pada aspek realitas. Perhatian yang sebenarnya difokuskan
pada hal-hal yang bersifat kongkret dalam lingkup alam semesta, manusia,
kehidupan masyarakat dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya manusia
untuk memberi tempat kepada akal yang mandiri. Hal ini dibuktikan dengan perang
terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orang-orang yang enggan
menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan adalah, semakin besar kekuasaan
akal, maka akan lahir dunia baru yang dihuni oleh manusia-manusia yang dapat
merasakan kepuasan atas dasar kepemimpinan akal yang sehat.
Zaman ini juga sering
disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan tersebut adalah manusia
diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia kurang dihargai
kemanusiaannya. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran gereja, bukan menurut
ukuran yang dibuat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki ukurannya
haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir. Bertolak dari
sini, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan
mengatur dunia. Karena semangat humanisme tersebut , akhirnya agama Kristen
semakin ditinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang pesat
terpisah dari agama dan nilai-nilai spiritual.[6]
Menurut Mahmud Hamdi
Zaqzuq, ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi kelahiran Renaisans,
yaitu:
1. Implikasi yang sangat
signifikan yang ditimbulkan oleh gerakan keilmuan dan filsafat. Gerakan
tersebut lahir sebagai hasil dari penerjemahan ilmu-ilmu Islam ke dalam bahasa
latin selama dua abad, yaitu abad ke-13 dan 14. Bahkan sebelumnya telah terjadi
penerjemahan kitab-kitab Arab di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal itu
dilakukan setelah Barat sadar bahwa Arab memiliki kunci-kunci khazanah turas
klasik Yunani.
2. Pasca penaklukan
Konstantinopel oleh Turki Usmani, terjadi migrasi para pendeta dan sarjana ke
Italia dan negara-negara Eropa lainnya. Para sarjana tersebut menjadi
pionir-pionir bagi pengembangan ilmu di Eropa. Mereka secara bahu-membahu
menghidupkan turas klasik Yunani di Florensia, dengan membawa teks-teks dan
manuskrip-manuskrip yang belum dikenal sebelumnya.
3. Pendirian berbagai
lembaga ilmiah yang mengajarkan beragam ilmu.
Selain itu, ada beberapa
faktor yang dikemukakan Slamet Santoso seperti yang dikutip Rizal Mustansyir,
yaitu:
1. Hubungan antara kerajaan
Islam di Semenanjung Iberia dengan Prancis membuat para pendeta mendapat
kesempatan belajar di Spanyol kemudian mereka kembali ke Prancis untuk
menyebarkan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh di lembaga-lembaga pendidikan
di Prancis.
2. Perang Salib (1100-1300
M) yang terulang enam kali, tidak hanya menjadi ajang peperangan fisik, namun
juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang berasal dari berbagai
negara itu menyadari kemajuan negara-negara Islam, sehingga mereka menyebarkan
pengalaman mereka itu sekembalinya di negara-negara masing-masing.
Pada zaman renaisans ada
banyak penemuan di bidang ilmu pengetahuan. Di antara tokoh-tokohnya adalah:
1. Nicolaus Copernicus
(1473-1543)
Ia dilahirkan di Torun,
Polandia dan belajar di Universitas Cracow. Walaupun ia tidak mengambil studi
astronomi, namun ia mempunyai koleksi buku-buku astronomi dan matematika. Ia
sering disebut sebagai Founder of Astronomy. Ia mengembangkan teori
bahwa matahari adalah pusat jagad raya dan bumi mempunyai dua macam gerak,
yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengitari
matahari. Teori itu disebut heliocentric menggeser teori Ptolemaic. Ini adalah perkembangan
besar, tetapi yang lebih penting adalah metode yang dipakai Copernicus, yaitu
metode mencakup penelitian terhadap benda-benda langit dan kalkulasi matematik
dari pergerakan benda-benda tersebut.[7]
2. Galileo Galilei
(1564-1642)
Galileo Galilei adalah
salah seorang penemu terbesar di bidang ilmu pengetahuan. Ia menemukan bahwa
sebuah peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola, bukan gerak
horizontal yang kemudian berubah menjadi gerak vertikal. Ia menerima pandangan
bahwa matahari adalah pusat jagad raya. Dengan teleskopnya, ia mengamati jagad
raya dan menemukan bahwa bintang Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang
banyak sekali jumlahnya dan masing-masing berdiri sendiri. Selain itu, ia juga
berhasil mengamati bentuk Venus dan menemukan beberapa satelit Jupiter.[8]
3. Francis Bacon
(1561-1626)
Francis Bacon adalah
seorang filosof dan politikus Inggris. Ia belajar di Cambridge University dan
kemudian menduduki jabatan penting di pemerintahan serta pernah terpilih
menjadi anggota parlemen. Ia adalah pendukung penggunaan scientific methods, ia berpendapat bahwa
pengakuan tentang pengetahuan pada zaman dahulu kebanyakan salah, tetapi ia
percaya bahwa orang dapat mengungkapkan kebenaran dengan inductive method, tetapi lebih dahulu
harus membersihkan fikiran dari prasangka yang ia namakan idols (arca).[9] Bacon telah memberi kita
pernyataan yang klasik tentang kesalahan-kesalahan berpikir dalam Idols of the Mind.
Bacon menolak silogisme,
sebab dipandang tanpa arti dalam ilmu pengetahuan karena tidak mengajarkan
kebenaran-kebenaran yang baru. Ia juga menekankan bahwa ilmu pengetahuan hanya
dapat dihasilkan melalui pengamatan, eksperimen dan harus berdasarkan data-data
yang tersusun. Dengan demikian Bacon dapat dipandang sebagai peletak
dasar-dasar metode induksi modern dan pelopor dalam usaha sitematisasi secara logis
prosedur ilmiah.[10]
Dalam bidang filsafat,
zaman renaisans tidak menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan
bidang seni dan sains. Filsafat berkembang bukan pada zaman itu, melainkan
kelak pada zaman sesudahnya yaitu zaman modern. Meskipun terdapat berbagai
perubahan mendasar, namun abad-abad renaisans tidaklah secara langsung menjadi
lahan subur bagi pertumbuhan filsafat. Baru pada abad ke-17 dengan dorongan
daya hidup yang kuat sejak era renaisans, filsafat mendapatkan pengungkapannya
yang lebih jelas. Jadi, zaman modern filsafat didahului oleh zaman renaisans.
Ciri-ciri filsafat renaisans dapat ditemukan pada filsafat modern. Ciri
tersebut antara lain, menghidupkan kembali rasionalisme Yunani, individualisme,
humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain.[11]
Pada abad ke-17
pemikiran renaisans mencapai kesempurnaannya pada diri beberapa tokoh besar.
Pada abad ini tercapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada kesatuan yang memberi
semangat yang diperlukan pada abad-abad berikutnya. Pada masa ini, yang
dipandang sebagai sumber pengetahuan hanyalah apa yang secara alamiah dapat
dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Sebagai akibat
dari kecenderungan berbeda dalam memberi penekanan kepada salah satu dari
keduanya, maka pada abad ini lahir dua aliran yang saling bertentangan, yaitu
rasionalisme yang memberi penekanan pada rasio dan empirisme yang memberi
penekanan pada empirisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar