Minggu, 30 Juni 2013

Contoh Sampul



TUGAS:

FILSAFAT ILMU
( EPISTEMOLOGI FILSAFAT POSITIVISME )

 

 






                                                                                                   



OLEH:
KELOMPOK 3 C
KELAS C. 71


ANDI RAMADHANA B                                  1247141027
RINI WAHYUNI                                               1247141037
SATRIANI                                                         1247141043



UPP PGSD PAREPARE
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013

Contoh Kata Pengantar


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb.
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita umatnya. Rahmat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada jungjunan kita, pemimpin akhir zaman yang sangat dipanuti oleh pengikutnya yakni Nabi Muhammad SAW. “Epistemologi Filsafat Positivisme” ini sengaja di bahas karena sangat penting untuk kita khususnya sebagai mahasiswa yang ingin lebih mengenal mengenai filsafat positivisme.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada bapak dosen dan teman-teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada kami agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi.
Demikian, semoga paper ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang membaca makalah ini.
Wassallamu’alaikum Wr. Wb.

Pare-pare,     April  2013
                                                                                                        Penyusun

  KELOMPOK 3.C


DAFTAR ISI


Kata Pengantar      ………………………………………………………………….ix
Daftar Isi               ………………………………………………………………….iix

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang         …………………………………………………………1
B.     Rumusan Masalah    …………………………………………………………1
C.     Tujuan                      ………………………………………………………....1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat Positivisme          ……………………………………….2
B.     Sejarah munculnya Filsafat Positivisme      ………………………………...3
C.     Tokoh-tokoh Filsafat Positivisme               …………………………………4
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan     ………………………………………………………………7
B.     Saran               ………………………………………………………………8
Daftar Pustaka            ………………………………………………………………9



Aliran-Aliran Yang Muncul Pada Zaman Modern Beserta Tokoh-Tokohnya Serta Pemikirannya


         Rasionalisme
Kata rasionalisme terdiri dari dua suku kata, yaitu “rasio” yang berarti akal atau pikiran, dan “isme” yang berarti paham atau pendapat. Rasionalisme ialah suatu paham yang berpendapat bahwa “kebenaran yang tertinggi terletak dan bersumber dari akal manusia.” Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran ini, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.
Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanyalah tindakan akal yang terang-benderang yang disebut Ideas Claires et Distinctes (pikiran yang terang-benderang dan terpilah-pilah). Idea terang-benderang ini pemberian Tuhan sebelum orang dilahirkan (idea innatae= ide bawaan). Sebagai pemberian Tuhan, maka tak mungkin tak benar.
Oleh karena itu, rasio dipandang kecuali sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan/kebenaran, juga sekaligus sebagai sumber pengetahuan/kebenaran. Adapun pengetahuan indera dianggap sering menyesatkan.
Aliran rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama aliran rasionalisme adalah lawan dari autoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Sedangkan dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirismedan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui obyek empirisme, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir, pengetahuan dari empirisme dianggap sering menyesatkan. Adapun alat berpikir adalah kaidah-kaidah yang logis.
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas sekali pada orang-orang sofis dan tokoh-tokoh penentangnya (Socrates, Plato, Aristoteles), dan juga beberapa tokoh sesudah itu. Pada zaman modern filsafat, tokoh pertamarasionalisme ialah Descartes yang dibicarakan setelah ini. Bersamaan dengan itu akan dibicarakan juga tokoh besar rasionalisme lainnya, yaitu Baruch Spinoza dan Leibniz. Setelah periode ini rasionalismedikembangkan secara sempurna oleh Hegel yang kemudian terkenal sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.
Di dalam karangan ini rasionalisme dilihat terutama sebagai reaksi terhadap dominasi Gereja pada Abad Pertengahan Kristen di Barat. Sebagaimana nanti dapat dilihat, pada konteks itulah kepentingan Descartes dibicarakan agak panjang lebar di sini. Descartes lebih diperhatikan karena ada keistimewaan padanya: keberaniannya melepaskan diri dari kerangkeng yang mengurung filosof Abad Pertengahan.
Zaman modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat Descartes. Tentu saja pernyataan ini bermaksud menyederhanakan permasalahan. Kata modern di sini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan, dengan corak filsafat pada Abad Pertengahan Kristen. Corak utama filsafat modern yang dimaksud di sini ialah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno. Gagasan itu, disertai oleh argumen yang kuat, diajukan oleh Descartes. Oleh karena itu, gerakan pemikiran Descartes sering juga disebut bercorakrenaissance. Apa yang lahir kembali itu? Ya, rasionalisme Yunani itu. Yang harus diamati di sini ialah apakah konsekuensi rasionalisme pada masa Yunani akan terulang kembali.
Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand Russel, anggapan itu memang benar. Kata “Bapak” diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada Zaman Modern itu yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dialah orang pertama di akhir Abad Pertengahan itu yang menyusun argumentasi yang kuat, yang distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, bukan yang lainnya.
Menurut catatan, Descartes adalah orang Inggris. Ayahnya anggota parlemen Inggris. Pada tahun 1612 Descartes pergi ke Prancis. la taat mengerjakan ibadah menurut ajaran agama Katholik, tetapi ia juga menganut Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh Gereja. Dari tahun 1629 sampai tahun 1649 ia menetap di Belanda.
Pengaruh keimanan yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, yang tergambar dalam ungkapan credo ut intelligam itu, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan pendapat tokoh Gereja. Apakah ada filosof yang mampu dan berani menyelamatkan filsafat yang dicengkeram oleh iman Abad Pertengahan itu? Ada. Tokoh itu adalah Descartes.
Descartes telah lama merasa tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban itu. Amat lamban terutama bila dibandingkan dengan perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. la ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Ia ingin menghidupkan kembali rasionalisme Yunani.
Tokoh  Rasionalisme dan Pemikirannya
Rene Descartes (1596-1650)
Peletak fondasi aliran ini ialah Rene Descastes (Certasius/1596-1650) yang digelar sebagai “Bapak filsafat mo­dern”. Descartes berasal dari Perancis, lahir tahun 1596 di sebuah kota bernama La Haye, dan wafat tahun 1650 di Stockholm. Karya pentingnya ialah Discours de la Methode (Uraian tentang Metode), terbit tahun 1637; Mediationes de Prima Philosophia (Renungan Tentang filsafat), terbit tahun 1641; dan Principia Philosophic (Prinsip-prinsip Filsafat), ter­bit tahun 1644. Semboyan dari aliran ini ialah ungkapan Descartes yang berbunyi: Cogito ergo sum/I think therefore I’m (saya berpikir maka saya ada).
Dari ungkapan sederhana ini, dapat diambil beberapa rumusan, sebagai berikut:
1.      Eksistensi manusia yang paling sempurna ialah rasionya, sehingga rasio berperan sebagai “pengenal dirinya” sesuai dengan koherensi antara berpikir dan berada. Artinya keberadaan manusia terwujud/terkonsep setelah dia memikirkan dirinya.
2.      Dengan rasio, manusia berhasil menemukan kesan (pengetahuan baru) tentang dirinya yang tidak atau kurang diketahui sebelumnya, kecuali melalui sumber lain, yaitu kitab suci.
3.      Rasio tidak hanya sebagai penemu kesan (pengetahuan dan kebenaran) melainkan kebenaran/pengetahuan hanyalah yang diperoleh melalui rasio tersebut.
Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dahulu) segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah langkah pertama metode cogito tersebut. Dia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Pada keempat keadaan itu seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Di dalam mimpi seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi (jaga). Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan gaib. Tidak ada batas yang tegas antara mimpi dan jaga. Oleh karena itu, Descartes berkata,” Aku dapat meragukan bahwa aku duduk di sini dalam pakaian siap untuk pergi ke luar; ya, aku dapat meragukan itu karena kadang-kadang aku bermimpi persis seperti itu, padahal aku ada di tempat tidur, sedang bermimpi.” Tidak ada batas yang tegas antara mimpi (sedang mimpi) dan jaga. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi. Siapa yang dapat menjamin kejadian-kejadian waktu jaga (yang kita katakan sebagai jaga ini) sebagaimana kita alami adalah kejadian-kejadian yang sebenarnya, jadi bukan mimpi? Tidak ada perbedaan yang jelas antara mimpi dan jaga; demikian yang dimaksud oleh Descartes.
Aku yang sedang ragu itu disebabkan oleh aku berpikir. Kalau begitu, aku berpikir pasti ada dan benar. Jika aku berpikir ada, berarti aku ada sebab yang berpikir itu aku. Cogito ergo sum, aku berpikir, jadi aku ada. Sekarang Descartes telah menemukan dasar (basis) bagi filsafatnya. Basis itu bukan filsafat Plato, bukan filsafat Abad Pertengahan, bukan agama atau yang lainnya. Fondasi itu ialahAku yang berpikir. Pemikiranku itulah yang pantas dijadikan dasar filsafat karena aku yang berpikir itulah yang benar-benar ada, tidak diragukan, bukan kamu atau pikiranmu..Di sini kelihatanlah sifatsubjektif, individualists, humanis dalam filsafat Descartes. Sifat-sifat inilah, nantinya, yang mendorong perkembangan filsafat pada Abad Modern
Setelah fondasi itu ditemukan, mulailah ia mendirikan bangunan filsafat di atasnya. Akal itulah basis yang paling terpercaya dalam berfilsafat.
Spinoza (1632-1677)
Nama lengkapnya ialah Baruch de Spinoza, dalam bahasa Latin disebut Benedictus dan dalam bahasa Portugis dengan Bento. Spinoza lahir di Amesterdam, Belanda tahun 1632 dan wafat tahun 1677 di Den Haag. Sebagai filsuf pengikut rasionalisme, Spinoza sangat tertarik kepada Descartes. Kecuali ahli dalam bidang filsafat, filsuf ini juga ahli dalam bidang politik, teologia dan etika. Ini terekam dalam tiga bukunya, yaitu Tractus Theologico Politicus (terbit tahun 1670), Ethica, Or dine Ceometrico De­monstrate (terbit tahun 1677), dan Tractus Politicus (terbit tahun 1677).
Spinoza mencita-citakan suatu system berdasarkan rasionalisme, untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia. Menurutnya aturan dan hukum yang terdapat pada semua hal tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Sebagai dasar segala-galanya harus diterima sesuatu yang tak terdasarkan kepada yang lain, jadi yang mutlak.
Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan semboyannya “Deus sen Natura” (Tuhan atau alam), Spinoza adalah seorang rasionalis yang mistik. Menurut Spinoza, seluruh kenyataan merupakan kesatuan, dan kesatuan sebagai satu-satunya substansi sama dengan Tuhan atau alam. Segala sesuatu termuat dalam Tuhan-alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos, Kehendak Tuhan berarti sama dengan kehendak alam, sehingga hukum-hukum alam sama dengan kehen­dak Tuhan.
Leibniz (1646-1716)
Gottfried Eilhelm von Leibniz adalah filosof Jerman, pusat metafisikanya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad. Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi, yaitu prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus mempunyai alas an untuk setiap yang diciptakan-Nya.
Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak, ia menyebut substansi-substansi itu monad. Setiapmonad berbeda satu dari yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya  monadyang tidak dicipta) adalah pencipta monad-monad itu.
            Empirisme
Istilah empirisme berasal dari kata empiri yang berarti indra atau alat indra, dan ditambah akhiranisme, sebagai suatu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan/kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan diperoleh/bersumber dari panca indra manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Untuk memahami inti filsafat Empirisme perlu memahami dulu dua ciri pokok Empirisme, yaitu mengenai teori makna dan teori tentang pengetahuan.
Teori makna pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Pada Abad Pertengahan teori ini diringkaskan dalam rumus Nihil est in intellectu quod non prius fuerit in sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Sebenarnya pernyataan ini merupakan tesis Locke yang terdapat di dalam bukunya, An Essay Concerning Human Understanding, yang dikeluarkannya tatkala ia menentang ajaran idea bawaan (innate idea) pada orang-orang rasionalis. Jiwa (mind) itu, tatkala orang dilahirkan, keadaannya kosong, laksana kertas putih atau tabula rasa, yang belum ada tulisan di atasnya, dan setiap idea yang diperolehnya mestilah datang melalui pengalaman; yang dimaksud dengan pengalaman di sini ialah pengalaman inderawi. Atau pengetahuan itu datang dari obervasi yang kita lakukan terhadap jiwa (mind) kita sendiri dengan alat yang oleh Locke disebut inner sense (pengindera dalam).
Teori yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut. Menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti “setiap kejadian tentu mempunyai sebab”, dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran a priori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Empirisisme menolak pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi jadi ia kebenaran a posteriori.
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobbes (1588-1679), namun mengalami sistimatisasi pada dua tokoh berikutnya, yaitu John Locke dan David Hume.
Tokoh  Empirisme dan Pemikirannya
Francis Bacon (1210-1292)
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Jadi pemikiran Francis Bacon ini sangat bertentangan dengan pemikiran para filosof aliran rasionalis.
Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data inderawi belaka.
John Locke (1632-1704)
John Locke adalah filosof Inggris. la lahir di Wrington, Somersetshire, pada tahun 1632. Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652 ia memasuki Universitas Oxford, mempelajari agama Kristen. Sementara ia mempelajari vaknya, ia juga mempelajari pengetahuan di luar tugas pokoknya.
Filsafat Locke dapat dikatakan antimetafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Descartes. Ia juga menolak metode deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman; Jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal (reason). la hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
Buku Locke, Essay Concerning Human Understanding (1689), ditulis berdasarkan satu premis, yaitu semua pengetahnan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan idea atau konsep tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak ada idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke menolak adanya innate idea; termasuk apa yang diajarkan oleh Descartes, Clear and distinc idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reasondari Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang innate (bawaan) itu tidak ada.
Segala sesuatu berasal dari pengalaman indrawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi (konsep tabula rasa). Dengan demikian, John Locke menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan penga­laman lahiriah (yang bersumber dari empiri). Ungkapan yang sering digunakan ialah: Exprience, in that all knowledge is founded (Pengalaman, semua pengetahuan berdasarkan pengalaman).
David Hume (1711-1776)
Tokoh lain ialah David Hume (1711-1776) pelanjut kajian Locke. Home lahir di Edinburg, Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang yang menguasai hukum, sastera dan filsafat. Karya terpentingnya ialah A Treatise on Human Nature, terbit tahun 1738-1740; An Enquiry Concerning Human Understanding, terbit tahun 1748; dan An Enquiry into the Principles of Moral, (terbit tahun 1751).
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang sangat singkat, yaitu: I never catch my self at any time with out a perception (Saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya)
Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa, “seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression) dan impression inilah sebagai bahan dari ilmu.
            Kriticisme
Pendirian aliran Rasionalisme dan Empirisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme berpendirian bahwa rasiolah sumber pengenalan atau pengetahuan, sedang Empirisme sebaliknya berpendirian bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber tersebut.
Aliran ini mencoba untuk memadukan perbedaan pendapat kedua aliran tersebut dengan tokohnya adalah Immanuel Kant (1724-1804). Ia mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini.  Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh.  Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.  Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia.
Untuk menghilangkan pertentangan di antara rasionalisme dan empirisme, Kant mengadakan pemaduan di antara dua aliran ini dalam hal perumusan kebenaran. Dalam kaitan ini Kant mengatakan:
Pengetahuan merupakan hasil kerjasama dua unsur; pengalaman dan kearifan akal budi. Pengalaman inderawi merupakan unsur a posteriori (yang datang kemudian), sedangkan akal budi meru­pakan unsur a priori (yang datang lebih dahulu).
Kant mengkritik Empirisme dan Rasionalisme, karena keduanya hanya mementingkan satu dari dua unsur ini, sehingga hasilnya setiap kali berat sebelah. Padahal, katanya, pengetahuan selalu merupakan sintesis. Untuk       menekan pertentangan itu Kant megadakan tiga pembedaan perumusan kebenaran, yaitu akal budi (verstand), rasio (vernunft) dan pengalaman inderawi.
            Idealisme
Terma idealisme berasal dari kata idea yang berarti gambaran atau pemikiran, dan isme yang berarti paham atau pendapat. Idealisme ialah suatu pandangan dunia atau metafisika yang menyatakan bahwa realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat hubungannya dengan ide, pikiran atau jiwa. Atau bisa disebut dengan aliran filsafat yang menjelaskan bahwa kebenaran/pengetahuan sesungguhnya bukan bersumber dari rasio atau empiri, melainkan dari gambaran manusia tentang suatu pengamatan.
Tokoh Idealisme dan Pemikirannya
J. G. Fichte (1762-1914)
Fichte adalah tokoh idealisme subyektif, yaitu pandangan bahwa sumber pengenalan/pengetahuan bukanlah rasio teoritis atau praktis seperti kata Immanuel Kant, melainkan pada aktivitas Ego. Pemikirannya didasarkan pada konsep Ego Mutlak; yang menemukan dan meneruskan pengertian-pengertian tentang obyek; ego tidak hanya se­bagai “penemu”, melainkan kata Fichte sekaligus sebagai yang “menciptakan benda-benda” (obyek). Dengan demikian, peran manusia sebagai subyek sangat dominan di dalam menggagaskan sesuatu.
F. W. J. Schelling (1775-1854)
Schelling adalah tokoh idealisme obyektif sebagai kebalikan dari idealisme subyektif. Menurut Schelling, kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah ditentukan oleh subyek (ego), melainkan oleh obyek pengamatan, yaitu bagaimana obyek itu menampilkan dirinya, atau bagaimana obyek menyadarkan subyek. Apabila aku (ego) menentukan kehendak, hal itu diharuskan oleh kemestian yang mendahului kehendak, yaitu seluruh obyek pengamatan kecuali sebagai pemberi kehendak, juga sebagai pemberi arah bahkan mampu merubah kehendak.
Hegel (1770-1831)
Hegel adalah tokoh idealisme mutlak, yang sangat berperan bagi penyemburnaan idealisme. Hegel berhasil menampilkan idealisme yang terpadu setelah dikoyak-koyak oleh Fichte dan Schelling. Apabila Fichte bersifat subyektif dan Schelling bersifat obyektif, maka Hegel melihat secara keseluruhan (totalitas).
Membuktikan kebenarannya yang mutlak itu, Hegel menyusun alur pikir yang disebut dengandialektika, yaitu tesis, antitesis dan sintesis.
            Materialisme
Berasal dari “materi” yang berarti benda. Materialisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa, kebenaran tidaklah ditentukan oleh gambaran, melainkan oleh benda dan seluruh kenyataan yang ada dirumuskan dan ditentukan oleh benda. Aliran ini memandang bahwa realitas seluruhnya adalah materi belaka.
Tokoh Materialisme dan Pemikirannya
Ludwig Feuerbach (1804-1872)
Menurutnya hanya alamlah yang ada. Manusia adalah alamiah juga seperti halnya benda seperti kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda  seperti kayu dan batu, tetapi materialisme mengatakan bahwa pada akhirnya/pada prinsipnya/pada dasarnya manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi, betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi, batu, atau pohon, tetapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
Karl Marx (1818-1883)
Pokok pemikiran  Marx diambil dari ajaran Filsafat Hegel dan Filsafat Feurbach. Dari Hegel diambil metode dialektikanya dan mengenai sejarah, sedang dari Feurbach diambil teori materialismenya. Ajaran filsafat Karl Marx disebut juga materialisme dialektika, dan disebut juga materialisme historis. Disebut sebagai materialisme dialektika karena peristiwa kehidupan yang didominasi oleh keadaan ekonomis yang materiil itu berjalan melalui proses dialektika: tese, antitese dan sintese.Disebut materialisme historis, karena menurut teorinya, bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang materiil.
            Positivisme
Istilah positivisme berasal dari kata “positive” yang berarti “jelas dan bisa digambarkan serta bermanfaat”. Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif. Sesuatu di luar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Menurut aliran ini, pemikiran manusia mengalami perkembangan, mulai dari yang sangat sederhana, sampai yang modern, yaitu positif. Pada tahap ini manusia hanya mempercayai yang riil saja berdasarkan ilmu positif (science positive) yang didasarkan pada pengamatan (observasi) dan percobaan langsung (eksperimentasi). Melalui dua pembuktian ini, segala yang berbau metafisis dibuang, karena tidak bisa dibuktikan dengan dua pendekatan tersebut.
Tokoh aliran ini adalah Auguste Comte (1798-1857), ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.
Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan Empirisme dan Rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metoda ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan Empirisme plus Rasionalisme.
            Fenomenologi
Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainomenon yang mengandung tiga pengertian saling terkait, yaitu “yang langsung nampak, sesuatu yang langsung menampakkan diri tetapi masih terselubung dan proses penampakkan”. Berpijak pada tiga pengertian di atas, maka fenomenologi menurut istilah yang dikembangkan ialah “filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran merupakan hasil deskripsi intuitif manusia terhadap suatu obyek sesuai dengan penampakan diri (fenomena) obyek tersebut”.
Jadi aliran ini berbeda dengan rasionalisme (subyektif), empirisme (obyektif) dan idealisme (idealistik). Maka fenomenologi menggabungkan di antara subyek (manusia), obyek (yang diamati) dengan cara pengamatan secara intuitif.
Tokoh Fenomenologi dan Pemikirannya
Edmund Husserl (1859-1938)
Beliau adalah filosof Jerman dan pendiri Fenomenologi. Pemikiran terpentingnya adalah: (1) Teori kebenaran; menurut Husserl kebenaran haruslah digabung di antara subyek dengan obyek. Obyek diberi kesempatan memperkenalkan dirinya kepada subyek yang mengamati, sesuai dengan semboyanzurukh zu den schen selbs (kembalilah kepada benda-benda sendiri).
(2) Tiga jenis reduksi; agar intuisi dapat menangkap gejala-gejala di atas secara benar, maka manusia harus melepaskan diri dari pengalaman-pengalaman dan gambaran sebelumnya yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Caranya ialah de­ngan tiga jenis reduksi, yaitu: reduksi fenomenologis,  reduksi eiditis, reduksi fenomenologi transendental.
Max Scheler (1874-1928)
Max Scheler merupakan pelanjut tradisi fenomenologi. Pemikiran eksklusif Scheler dibanding fenomenolog (filsuf fenomenologi) lainnya ialah tentang agama. Menurutnya, agama dan filsafat merupakan dua entitas otonom sesuai dengan posisinya. Kendati memiliki otonomi eksklusif, namun di antara keduanya memiliki keterikatan. Misalnya, dengan memahami metafisis dalam filsafat tidak serta merta dapat memahami konsep metafisika agama, karena keduanya memiliki aktus kodrati yang berbeda. Sebab itu kebenaran agama hanya dapat diterima atas dasar kepercayaan religius, bukan ke­benaran metafisis-filosofis.
Di dalam upaya menemukan kepercayaan religius, Scheler menggunakan pendekatan fenomenologi. Melalui pendekatan fenomenologi ini, menurut Scheler, dapat ditampilkan ciri dasar aktus religius, yaitu bahwa aktus itu mempunyai intensi yang transendental dunia (yang ilahi), dan yang ilahi ini menjadi dasar dari aktus religius. Dengan kata lain, aktus religius itu membutuhkan pemenuhan intensional dari dunia transenden. Aktus re­ligius membutuhkan suatu obyek yang tak terbatas, yaitu yang ilahi. Oleh karena itu, kebutuhan akus religius hanya dapat terpenuhi oleh sesuatu yang diyakini subyek sebagai berasal dari Tuhan.
            Eksistensialisme
Istilah eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri adalaha bahasa Latin yang artinya: ex; keluar dan sistare; berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Secara umum eksistensialisme dimaksudkan sebagai aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk manusia. Permasalahannya ialah, siapakah yang benar-benar berada (bereksistensi); apakah manusia, atau Tuhan atau kedua-duanya.
Tokoh Eksistensialisme dan Pemikirannya
Martin Heidegger (1889-1976)
Pemikiran Heidegger ialah mengenai ada/realitas dan waktu (sein und zeit), yaitu apakah ada itu konkrit atau tidak. Persoalan yang menjadi sorotan utamanya ialah pemaknaan “Aku ada”. Menurutnya, manusia adalah suatu makhluk yang terlempar di dunia ini tanpa persetujuannya. Ia seolah berada di jurang ketiadaan (nothingness) yang sangat dalam yang menyebabkannya gelisah. Hal ini menurutnya, merupakan kelemahan manusia dan sebagai dorongan agar ia dapat memahami akan eksistensinya. Sebagai puncak eksistensi, manusia berbeda dengan benda-benda sekitarnya. Namun manusia mempunyai kecenderungan untuk menjadi suatu benda.
 Soren Kierkegard (1813-1855)
Kierkegard dipandang sebagai tokoh eksistensialisme teis, yaitu berupaya mengangkat eksistensi manusia tanpa harus membuang jauh Tuhan dari kehidupan manusia. Ungkapannya ialah: “Saya menjadi sebagaimana saya ada”. Melalui ungkapan ini Kierkegard menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berkeistensi yang berhadapan dengan eksistensi Tuhan. Hanya manusia yang bereksistensi bukan berarti yang lain tidak ada. Hanya saja tingkat eksistensi dunia, binatang-binatang dan makhluk lainnya lebih rendah, karena mereka hanya ada, tidak mengada.
            Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan, dan juga manfaat. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relative tidak mutlak.
Tokoh Pragmatisme dan Pemikirannya
William James (1842-1910)
Sebagai pendiri pragmatisme, pemikiran terpentingnya ialah mengenai makna pragmatisme. Pragmatisme merupakan filsafat ala Amerika yang berciri pragmatis. Orang Amerika tidak puas dengan filsafat teoritis yang bertanya “apa itu”, tetapi memasuki filsafat praktis yang bertanya “apa gunanya”. Sistematisasi dari jenis kedua inilah yang melahirkan filsafat pragma­tisme. Oleh karena itu, dikaitkan dengan aliran rasionalisme dan empirisme, pragmatisme berada di antara dua aliran tersebut.
Pandangan filsafatnya, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktek, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Ukuran segala sesuatu ialah manfaat yang praktis. Pandangan ini mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk agama dan moral. Dalam kaitan dengan agama, James tidak bertanya “kebenaran agama” yang ia tanya ialah “apakah hasilnya agama menjadi pedoman hidup saya”. Jadi, manusia bebas memilih di antara percaya dan tidak percaya, sesuai dengan pertimbangan fragmatisnya. Begitu juga dalam bidang moral, ukuran baik buruk ditentukan oleh adakah manfaat dari suatu perbuatan; jika ada dipandang baik, dan jika tidak dipandang buruk.
John Dewey (1859-1952)
Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara praktis.
Menurutnya tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Maka dari itu berpikir tidak lain daripada alat untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya mempengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metoda induktif.

Filsafat Ilmu



A.     Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ ( bahasa Yunani ) yang artinya mencintai kebjaksanaan. Dalam bahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’ dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah falsafah yang artinya adalah cinta kearifan.

Istilah philosophia berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana dan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pencinta pengetahuan disebut filosof atau filsuf. Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras untuk mencari kebenaran.

            Proses mencari kebenaran itu melalui berbagai tahap, yaitu sebagai berikut;
1.         Tahap pertama yaitu manusia berspekulasidengan pemikirannya tentang semua hal.
2.         Tahap kedua yaitudari berbagai spekulasi disaring menjadibuah pikiran yang dapat diandalkan.
3.         Tahap ketiga yaitu buah pikiran tadi menjadi titik awal dalam mencari kebenaran kemudian berkembang sebagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, fisika, politik, dan lain-lain.

Dibawah ini merupakan beberapa para filosof atau para ahli yang memberikan definisi filsafat itu adalah
1.         Phytagoras ( 572-497 SM ), filsafat sebagai The Love Of Wisdom maksudnya adalah manusia yang paling tinggi nilainya adalh manusia pecinta kebijakan.
2.         Socrates ( 469-399 SM ), filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia.
3.         Plato ( 427-347 SM ), Filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran.
4.         Aristoteles ( 384-332 SM ), filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandungdi dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
5.         Rene Descartes ( 1596-1650 ), filsafat sebagai kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
6.         Imanual Kant ( 1724-1804), filsafat adalah ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan yang di dalmana tercakup masalah epistemology, etika dan masalah ketuhanan.
7.         Al-Kindi ( 801-873 M ), filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia karena tujuan paa filosof dalam berteori adalah mencari kebenaran.
8.         Al-Farabi ( 870-950 M ), filsfat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada.
9.         Francis Bacon ( 1561-1621 M ), filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu.
10.     Henry Sidgwick ( 1839-1900 M ), filsafat sebagai scientia scientarium ( ilmu tentang ilmu ) karena filsafat memeriksa pengertian-pengertian khusus, asas-asas, pokok, metode khas, dan kesimpulan-kesimpulan utama dlam suatu ilmu apapun dengan maksud untuk mengkoordinasikan semuanya dengan hal-hal yang serupa dengan ilmu-ilmu lain.
11.     John Dewey ( 1858-1952 ), filsafat merupakan suatu pengungkapan dari perjuangan-perjuangan manusia dalam usaha yang terus menerus untuk menyesuaikan kumpulan tradisi yang lama dengan berbagai kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik yang baru.
12.     Btrand Russel ( 1872-1970 ), filsafat sebagai kritik terhadap pengetahuan karena filsafat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu dan dalam kehidupan sehari-hari.
13.     MJ. Langeveld, filsafat adalah ilmu yang megkaji tentang maslah-masalah yang akhir dan yang menentukan yaitu maslah-maslah yang berkenaan dengan makna keadaan ataupun hakikat, tentang Tuhan, keabadian dan kebebasan.
14.     Harun Hadiwijoyo, filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup yang memuaskan hati.
15.     Fuad Hasan, filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal untuk sampai kepada kesimpulan yang universal.
16.     Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan yang mendalam.
17.     Poedjawijatna ( 1974 ), filsafat sebagai ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
18.     A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua, ilmu filsafat sebagai ilmu tentang bertanya atau bepikir tentang segala sesuatu dari segala sudut pandang. filsafat adalah sebuah system pemikiran yang terbuka untuk dipertanyakan dan dipersoalkan kembali. Filsafat adalah sebuah tanda Tanya bukan tanda seru. Filsafat adalah sebuah pertanyaan bukan pernyataan.

Abu Bakar atjeh dalam Ahmad Tafsir ( 2002;11 ) menyatakan bahwa perbedaan definisi dan rumusan tentang filsafat itu disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu sendiri karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut merekapun berbeda-beda. Menurut Beni Ahmad Saebani ( 2009;21 ) perbedaan definisi yang dikemukakan oleh para tokoh tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1.         Setiap tokoh hidup dalam kurun waktu yan berbeda
2.         Setiap tokoh tumbuh dan berkembang dalam lingkungan hidup yang berbeda
3.         Setiap tokoh dengan kapasitas keilmuan dan lain-lain memliki konotasi dan kesan makna yang berbeda tentang definisi filsafat
4.         Karena perkembangan filsafat itu sendiri.

Menurut penulis filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah0masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia.

Banyak persoalan yang bias didekati melalui bantuan ilmu filsafat ini, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat teoritis, paradigm dan pandangan, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan pemikiran, kajian ilmiah, masalah-masalah yang berkaitan dengan kebijakan, peraturan, keputusan, perundang-undangan, dan lain-lain. Dengan bantuan ilmu filsafat segala persoalan yang muncul dapat dikaji lebih mendalam, utuh sistematis, dan fleksibel karena memang pada dasarnya filsafat ingin menyelesaikan permasalahan secara lebih mendalam, kritis, rasional, logis, dan tuntas sampai keakarakarnya.

Secara historis hal-halyang mendorong timbulnya filsafat yang telah dijelaskan oleh Moh. Hatta dalam bukunya alam Pikiran Yunani adalah sebagai berikut :
1.                 Dongeng dan takhayul yang dimilki suatu masyarakat atau suatu bangsa. Diantara masyarakat ada yang  
           tidak percaya lalu mereka mengkritisi dan ingin mengetahui kebenaran dongeng tersebut.
2.               Keindahan alam yang besar, hal tersebut menyebabkan keingintahuan orang-orang bangsa Yunani untuk   
           mengetahui segala rahasia alam tersebut yang menimbulkan banyak pertanyaan.

Sementara itu menurut Beerling dalam ahmad Tafsir ( 2002;13 ) menyebutkan bahwa orangorang Yunani mula-mula berfilsafat karena ketakjuban untuk mencari rahasia-rahasia alam semesta ini. Sedangkan pada zaman modern saat ini yang menjadi penyebab timbulnya filsafat adalah karena adanya kesangsian yaitu adanya sikap percaya atau tidak percaya ataupun tidak kedua-duanya atas seseuatu.

Para filosof paham betul dalam memanfaatkan otak dan rasio dalam dirnya untuk mengubah wajah dunia dan dirinya itu. Menurut Gilbert Highet dalam Jujun S. suriasumantri ( 1997;41 ) di dalam otak manusia tersimpan pola, suara, perhitungan, dan berbagai dorongan. Otak manusia senantiasa bekerja seperti jantung yang tak berhenti berdenyut siang dan malam sejak kecil sampai tua renta.

Salah satu bentuk syukur kta terhadap anugerah besar tersebut adalah memanfaatkan dan mendayagunakan segala potensi yang dimiliki oleh manusia terutama potensi akal. Pendayagunaan akal tersebut dapat dilakukan melalui pembelajaran pembelajaran filsafat karena dengan filsafat kita sebagai manusia mampu berpikir, bernalar dan memahami diri serta lingkungannya, dan berefleksi tentang bagaimana kita sebagai seorang manusia memandang dunia dan menata kehidupan dan menata kehidupan yang baik.

B.        Objek Filsafat
Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Objek adalah sesuatu yang menjadi bahan dari kajian dari suatu penelaahan atau penelitian tentang pengetahuan. Objek yang dipikirkan oleh flosof adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek yang diselidiki oleh filsafat ini meliputi objek materil dan objek formal.

Objek materil dari filsafat ini adalah suatu kajian penelaahan atau pembentuka pengetahuan itu, yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Tentan objek materil filsafat ini banyak yang sama dengan objek materil sains, namun bedanya dalam dua hal yaitu
1.      Sains menyelidiki objek materil yang empiris sedangkan flsafat menyelidiki bagian objek yang abstraknya.
2.      Objek materil filsafat yang memang tidak dapat di teliti oleh sains seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek materil yang selamanya tidak empiris.

Objek filsafat ini tak terbatas yang dalam pandangan Louis O. Katsoo dalam Burhanudin salam (1988;39 ) bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia. Baik hal-hal yang fiusik atau tampak maupun yang psikis atau yang tidak tampak. Hal-hal yang fisik adalah segala sesuatu yang ada baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Sedangkan hal-hal yang psikis atau nofisik adalah masalah Tuhan, kepercayaan, norma-norma, nilai, keyakinan,dan lain-lain.

Sedangkan objek formal yaitu sifat penelitian. Objek formal adalah penyelidikan yang mendalam berarti ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Objek penelitian filsafat ada pada daerah tidak dapat di riset tetapi dapat dipikirkan secara logis. Selanjutnya dapat dikemukakan objek formal filsafat menurut Lasiyo dan Yuwono ( 1985;6 ) adalah sudut pandang yang menyeluruh secara umum sehingga dapat mencapai hakikat dari objek materilnya.

C.        Metode Filsafat
Socrates dan Plato memakai metode yang dinamai dengan metode kritis. Metode kritis adalah cara kerja atau bertindak yang bersifat analitis. Metode ini dilakukan dengan cara melalui percakapan-percakapan ( dialog ). Dengan cara percakapan Socrates menemukan suatu cara berpikir induksi yaitu berdasarkan beberapa pengetahuan mengenai masalah-masalah khusus memperoleh kesimpulan pengetahuan yang bersifat umum.

Metode lain yang bias digunakan adalah metode skolastik yang dikembangkan oleh Aristoeles da Thomas Aquinas. Metode ini sering disebut juga dengan istilah sintetis deduktif yang dipakai untuk menguraikan metode mengajar di sekolah atau di perguruan tinggi bukan hanya dalam bidang ilmu filsafat saja melainkan dalam semua ilmu seperti lmu hokum, ilmu pasti, kedokteran dan lain0lain.

Sebagian ahli ada yang mengelompokan metode yang dipergunakan ada tiga macam yaitu
1.      Metode sistematis, dengan metode ini para pelajar akan menghadapi karya-karya filsafat misalnya mempelajari tentang teori-teori pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filsafat.
2.      Metode historis, digunakan apabila para pelajar mengkaji filsafat dengan mengikuti sejarahnya. Ini dapat dilakukan dengan cara membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Selain itu bias juga dengan cara membagi babakan atau periode flsafat sejarah.
3.      Metode kritis, digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Dimana para pelajr haruslah telah memiliki bekal pengetahuan tentang filsafat secara memadai.

D.       Ciri-Ciri filsafat
Dibawah ini adalah beberapa cirri atau unsure yang terkandung dalam filsafat, yaitu
1.      Filsafat sebagai ilmu yaitu bahwa filsafat berusaha untuk mencari tentang hakikat atau inti dari suatu hal.
2.      Filsafat sebagai cara berpikir yaitu cara berpikir yang sangat mendalam sehingga akan sampai pada hakikat sesuatu.
3.      Filsafat sebagai pandanga hidup yaitu bahwa filsafat pada hakikatnyabersumber pada hakikat kodrat diri manusia yang berperan sebagai makhluk individu, makhluk social, dan makhluk Tuhan.

Pengkajian tentang manusia secara total dan menyeluruh ini telah menimbulkan bermacam-macam filsafat yang dapat dijadikan pegengan hidup yaitu
1.      Filsafat social, yang mengkaji manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk social.
2.      Filsafat biologi, yang meneliti manusia dengan unsure raganya.
3.      Filsafat antropologi, meneliti manusia dengan unsure kesatuan jiwa dan raganya.
4.      Filsafat etika, meneliti manusia dengan unsurkehendaknya untuk berbuat baik dan buruk.
5.      Filsafat estetika, yang mengkaji manusia dengan unsure rasanya.
6.      Filsafat agama, mengkaji manusia dengan unsure kepercayaan terhadap supranatural dan lain-lain.

Menurut Wirodiningrat ( 1981;113 ) filsafat mempunyai karakteristik sebagai berikut yaitu
1.                  Menyeluruh artinya bahwa filsafat mencakup tentang pemikiran dan pengkajian yang luas, sebagaimana   
 o        objek filsafat yang dikemukakan di atas yang tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari sudut  
p         Pandang tertentu.
           Mendasar artinya suatu kajian yang mendalam, kajian yang mendetail, yang sampai kepada hasil yang  
           fundamental atau esensial sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan.
3.               Spekulatif karena hasil pemikiran filsafat yang diperoleh dijadikan dasar untuk pemikiran selanjutnya. Hasil 
           pemikirannya selalu ditujukan sebagai dasa untuk menghasilkan pengetahuan yang baru.

E.       Manfaat Mempelajari Filsafat
Dengan mempelajari filsafat, paling tidak ada tiga hal yang dapat diambil pelajaran. Pertama, filsafat telah mengajarkan kita untuk lebih mengenal diri sendiri secara totalitas, sehingga dengan pemahaman tersebut dapat dicapai hakikat manusia itu sendiri dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya. Filsafat mengajarkan kita agar terlatih untuk berpikir serius, berpikir secara radikal, mengkaji sesuatu sampai ke akar-akarnya.
Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius akan memberikan bekal yang berharga dalam upaya memecahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam, dan menemukan sebab terakhir suatu penampakan.
Kedua, filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Pada dasarnya berpikir filsafat ialah berusaha untuk menyusun suatu system pengetahuan yang rasional dalam rangka memahami segala sesuatu, termasuk diri manusia itu sendiri.
Ketiga, filsafat mengajarkan tentang hakikat Tuhan. Studi tentang filsafat seyogyanya dapat membantu manusia untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Objek filsafat membahas segala yang ada, baik yang fisik maupun yang metafisik seperti manusia, alam semesta, dan Tuhan. Sementara dalam agama, objeknya adalah Tuhan dan sifat-sifatnya serta hubungan Tuhan dengan alam dan manusia yang hidup di bumi sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan dalam kitab suci.
Menurut Asmoro Achmadi (2005: 15) mempelajari filsafat adalah sangat penting, di mana dengan ilmu tersebut manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang didalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia.
Manfaat mengkaji filsafat menurut Franz Magnis Suseno (1991) adalah bahwa filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan kebudayaan, tradisi, dan filsafat Indonesia serta untuk mengaktualisasikannya. Filsafatlah yang paling sanggup untuk mendekati warisan rohani, tidak hanya secara verbalistik, melainkan juga secara evaluative, kritis, dan reflektif, sehingga kekayaan rohani bangsa dapat menjadi modal dalam pembentukan identitas modern bangsa Indonesia secara terus menerus.

F.        Cabang-Cabang Filsafat 
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, sehingga ilmu-ilmu yang lain merupakan anak dari filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki cakupan yang sangat luas, sehingga diperlukan pembagian yang lebih kecil lagi.
Plato, misalnya, membagi lapangan filsafat ke dalam tiga macam bidang, yaitu dialektika, fisika, dan etika. Dialektika adalah cabang filsafat yang membicarakan persoalan ide-ide atau pengertian umum. Adapun fisika merupakan cabang filsafat yang didalamnya mengandung atau membicarakan persoalan materi. Sedangkan etika adalah cabang filsafat yang didalamnya mengandung atau membicarakan persoalan baik dan buruk.
Sedangkan  menurut Aristoteles, pembagian filsafat itu digolongkan kedalam empat cabang, yaitu logika, filsafat teoritis, filsafat praktis, dan filsafat poetika. Logika adalah ilmu pendahuluan bagi filsafat, ilmu yang mendasari dalam memahami filsafat. Filsafat teoritis atau filsafat nazariah, didalamnya tercakup ilmu-ilmu lain yang sangat penting seperti ilmu fisika, ilmu matematika, dan ilmu metafisika. Filsafat praktis atau filsafat alamiah, didalamnya tercakup tiga macam ilmu yang tidak kalah pentingnya, yaitu: ilmu etika, ilmu ekonomi, kesusilaan, kemakmuran dalam keluarga, dan politik. Filsafat poetika merupakan filsafat kesenian, yakni filsafat yang membicarakan tentang keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.
Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, Louis O. Kattsoff (1996: 73) menggolongkan cabang-cabang filsafat ini secara lebih terperinci, sehingga pembagian cabang filsafat ini dapat dikategorikan ke dalam urutan-urutan yang umum menjadi semakin menurun kepada yang lebih khusus. Penggolongan lapangan-lapangan filsafat menururt Kattsoff ini menjadi cabang-cabang filsafat sebagai berikut :
1.      Logika, adalah ilmu yang membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu.
2.      Metodologi, ialah sebagaimana yang ditunjukkan oleh pernyataan, yakni ilmu pengetahuan atau mata pelajaran tentang metode, dan khusunya metode ilmiah.
3.      Metafisika, yaitu hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal-hal yang terdapat dibalik yang tampak.
4.      Ontologi dan kosmologi. Ontology membicarakan azas-azas rasional dari yang ada, sedangkan kosmologi membicarakan azas-azas rasional dari yang ada yang teratur.
5.      Epistimologi, ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan.
6.      Biologi Kefilsafatan, membicarakan persoalan-persoalan mengenai biologi, mencoba untuk menganalisis pengertian-pengertian hakiki dalam biologi.
7.      Psikologi Kefilsafatan, memberikan pertanyaan-pertanyaan psikologi yang meliputi apakah yang dimaksud dengan jiwa, nyawa, ego, akal, perasaan, dan kehendak.
8.      Antropologi Kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang manusia.
9.      Sosiologi Kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat masyarakat serta hakikat negarai.
10.  Etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang baik dan buruk.
11.  Estetika, adalah cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan, dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni.
12.  Filsafat agama, adalah cabang filsafat yang membicarakan jenis-jenis pertanyaan berbeda tentang agama.
Pembagian filsafat secara sistematis yang didasarkan pada sistematika yang berlaku di dalam kurikulum akademik meliputi metafisika, epistimologi, logika, etika, dan estetika.

Pertama, metafisika. Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar (elementer) yang berada di luar pengalaman manusia (immediate experience). Ditinjau dari segi filsafat secara menyeluruh, metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindera.

Kedua, epistimologi. Epistimologi lazimnya disebut teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan. Jadi, epistimologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pnegetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan.

Ketiga, logika. Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan, dan tatacara penalaran yang betul. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Logika juga merupakan ilmu pengetahuan yang merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Keempat, etika. Etika atau filsafat perilaku sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan tindakan manusia, dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Mempelajari etika bertujuan untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu.

Kelima, estetika. Estetika adalah cabang filsafat yang membicaraklan tentang keindahan. Dengan belajar estetika diharapkan dapat membedakan antara berbagai terori keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.

G.      Bidang Kajian Filsafat
Filsafat merupakan telaahan yang ingin menjawab berbagai persoalan secara mendalam tentang hakikat sesuatu, atau dengan kata lain, filsafat adalah usaha untuk mengetahui sesuatu. Menurut Muzayyin Arifin (2003: 16), ruang lingkup kajian filsafat meliputi bidang-bidang sebagai berikut :
1.    Kosmologi, yaitu sesuatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusa sebagai ciptaan Tuhan, serta proses kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata, dan sebagainya.
2.    Ontologi, yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya.
3.    Phyilosophy of mind, yaitu pemikiran filosofis tentang jiwa dan bagaimana hubungannya dengan jasmani serta bagaimana tentang kebiasaan berkehendak manusia, dan sebagainya.
4.    Efistimologi, yaitu pemikira  tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh, apakah dari akal pikiran (aliran rasionalisme), dari pengalaman panca indera (aliran empirisme), dar ide-ide (aliran idealism), atau dari Tuhan (aliran teologisme), termasuk juga pemikiran tentang validitas pengetahuan manusia, artinya sampai di mana kebenaran pengetahuan kita.         
5.    Aksiologi, yaitu suatu pemikiran tentang masalah-masalah nilai, termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini mengandung pengertian lebih luas daripada etika atau higher values of life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi).
Dalam beberapa literature, diantaranya menurut Jujun S.Suria sumantri (2003: 33) dan Anna Pudjiadi (198&: 15), secara garis besar, filsafat memiliki tiga bidang kajian utama, yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi. Pertama,ontology berasal dari bahasa Yunani, “ontos” yang berarti “yang ada” dan “logos” yang berarti “penyelidikan tentang”. Jadi ontologi membicarakan asas-asas rasional dari “yang ada”, berusaha untuk mengetahui “penyelidikan tentang” esensi yang terdalam dari “yang ada”.
Kedua, epistimologi. Istilah epistimologi ini pertama kali muncul dan digunakan oleh J.F.Ferrier pada tahun 1854 M. Epistimologi ini terbagi atas beberapa aliran, yaitu empirisme, rasionalisme, dan intuisionisme.
Ketiga, aksiologi. Nama lain dari bidang kajian aksiologi ini disebut dengan teori nilai. Teori nilai membahas mengenai kegunaan atau manfaat pengetahuan. Aksiologi ini dipergunakan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan “mengapa”. Semuanya menunjukkan bahwa aksiologi ini diperuntukkan dalam kaitannya untuk mengkaji tentang kegunaan, alasan, dan manfaat ilmu itu sendiri.

Menurut Nursid Sumaatmadja (2002: 43) dari sudut pandang metodologis-filosofis, pendidikan sebagai suatu sosok kajian juga ditelaah dari tiga bidang kajian tersebut, yaitu ontology yang berkenaan dengan “apa yang ingin diketahui?”, epistimologi yang berkenaan dengan “bagaimana cara memperoleh pengetahuan tentang kegiatan dan proses pendidikan?”, serta dari aspek aksiologisnya berkenaan dengan “nilai-nilai apa yang dapat diungkapkan dari proses pendidikan tersebut?”.

H.      Sejarah Lahirnya Filsafat
Asal muasal lahirnya filsafat adalah dalam upaya mencari kebenaran, menyelidiki hakikat yang sebenarnya mengenai segala sesuatu secara sungguh-sungguh. Sama halnya dengan filsafat, bahwa ilmu itu mengejar kebenaran, artinya ilmu pengetahuan berusaha untuk mencapai persesuaian antara pengetahuan dan objeknya
Sejarah filsafat adalah uraian suatu peristiwa yang berkaitan dengan hasil pemikiran filsafat. Di dalamnya memuat berbagai pemikiran kefilsafatan yang beraneka ragan, mulai dari zaman pra-Yunani atau sering disebut dengan zaman kuno hingga zaman modern.

Tujuan mempelajari sejarah islam untuk mengetahui pemikiran para filsafat para ahli pikir tentang berbagai ragam dari pemikiran dahulu sampai sekarang. Berbeda dengan ilmu, filsafat berusaha mencari kebijaksanaan, menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Sedangkan ilmu sendiri membatasi diri, berhenti pada dan berdasarkan atas pengalaman. Jadi bisa kita dapatkan bahwa yang menjadi objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.

Pada prinsipnya filsafat dapat menjawab semua persoalan, dan kalau belum ditemukan akan diusahakannya. Usaha yang dilakukan oleh filsafat selalu dengan pikiran belaka, karena itu masuk juga agama dalam lingkungan filsafat. Peran agama disini memberikan pengetahuan yang lebih tinggi daripada filsafat, agama memberikan pengetahuan yang tak tercapai oleh budi manusia. Filsafat dan agama tidak saling bertentangan karena keduanya memang mempunyai kebenaran, dan kebenaran itu hanya satu.

Pada abad ke-6 SM bermunculan para pemikir yang kepercayaannya bersifat rasional. Para ahli pikir yunani kuno seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, dan Phytagoras mencoba membuat konsep tentang asal mula alam semesta, corak pikirannya disebut kosmosimentris. Dalam sejarah mereka disebut filosof alam dan filsafatnya dinamakan filsafat alam.

Pada abad ke-6 masehi sudah bermunculan sekolah-sekolah yang membri pelajaran gramatika, dealektika, geometri, aritmatika, astronomi, dan musik. Pada abad ke-13 ditandai dengan berdirinya universitas-universitas, pada universitas inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama seperti halnya yang dilakukan oleh Thomas Aquinas (1225-1274).

Pada abad pertengahan ini pemikir Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, dll. Periode ini berlangsung tahun 850-1200 dimana kerajaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang pesat sampai runtuhnya kerajaan Islam di Granada Spanyol pada tahun 1492.

Pada masa abad modern diawali dengan munculnya renaissance dan humanisme. Pada abad ini pemikir filsafat berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan, sehingga corak pemikirannya disebut antroposentris yaitu corak pemikiran filsafat yang mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Filsafat pada abad ke-20 atau sekarang ini yang disebut juga filsafat kontemporer. Ciri dari filsafat ini adalah desentralisasi manusia, karena pemikiran filsafat abad ini memberi perhatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah, yaitu arti kata-kata dan arti pertanyaan-pertanyaan. Masalah ini muncul karena sekarang ini bermunculan istilah yang cara pemakaiannya sering tidak dipikirkan secara mendalam, sehingga menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda. Dan timbullah filsafat analitika yang membahas tentang cara berpikir untuk mengatur pemakaian kata atau istilah yang menimbulkan kerancuan, sekaligus dapat menunjukkan bahaya didalamnya. Bahasa sebagai objek yang terpenting dalam pemikiran filsafat, para ahli menyebutnya sebagai logosentris. Bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apa yang harus kita lakukan didalam masyarakat sekarang ini. Pada abad ini timbul aliran-aliran kefilsafatan seperti noe-helenisme, neo-positivme, kritik ilmu, dan irasionalisme. Sementara itu akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang dapat memberikan corak pemikiran dewasa ini seperti analitik, filsafat eksistensi, strukturalisme, dan kritik sosial.

I.         Aliran atau Mazhab dalam Filsafat
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu, pertama mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri pada pengalaman. Kaum yang mendasarkan kekuatan rasio atau lebih dikenal dengan kaum rasionalis, mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme dan yang berdasarkan pengalaman mengembangkan paham disebut  dengan empirisme.
Selain itu juga terdapat dualism pemikiran tentang materi dan akal (mind), pendapat yang pertama dikenal dengan materialism sedangkan yang kedua disebut idealism. Dari pemikiran tersebut serta beberapa pemikiran lainnya kemudian berkembang menjadi beberapa aliran atau mazhab di dalam filsafat. Aliran-aliran filsafat yang berpengaruh diantaranya :
1.    Rasionalisme
Aliran ini sangat mementingkan rasio dalam menyelesaikan atau memutuskan masalah. Totkoh-tokoh yang terkenal dalam aliran ini pada abad modern antara lain Rene Descartes (1595-1650), Chiritian Wolf (1697-1754), Blaise Pascal (1623-1662), dll. Descartes berpendapat bahwa agar filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbaharui kita perlu metode yang baik yaitu dengan menyangsikan segalanya atau keraguan. Menurutnya, suatu kebenaran yang tidak dapat disangkal adalah cogito ergo sum yang artinya “saya yang menyangsingkan, ada”. Untuk mendapatkan hasil yang sahih Descartes mengemukakkan empat hal berikut ini :
a.       Tidak menerima suatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat hal itu sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada keraguan apa pun yang mampu merobohkan.
b.      Pecahkan suatu kesulitan atau masalah itu sehingga tidak ada keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
c.       Bimbinglah pikiran dengan teratur dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
d.      Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal sulit selamanya harus dibuat perhitungan yang sempurna serta pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita yakin bahwa tidak ada satu pun yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu.

2.    Empirisme
Empirisme memberikan tekanan pada empiris atau pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Istilah empiris berasal dari kata Yunani, empiria yang berarti pengalaman inderawi. Tokoh dalam aliran ini adalah Thomas Hobbes (1588-1679) yang lahir di Inggris, Hobbes beranggapan bahwa pengalaman merupakan permulaan dari segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari pada semacam perhitungan, yakni penggabungan data-data inderawi yang sama dengan cara yang berlainan. Menurut Hobbes seluruh dunia termasuk manusia merupakan suatu proses yang berlangsung dengan tiada henti-hentinya aatas dasar hukum.
Tokoh lain yaitu John Locke (1632-1704) dengan teorinya “tabularasa” mengemukakkan bahwa rasio manusia harus dipandang sebagai “lembaran kertas putih”

3.    Kritisisme
Tokohnya yaitu Imanuel Kant (1724-1804) mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan dengan menghindarkan diri dari sepihak rasionalisme. Menurut aliran ini baik rasionalisme dan empirisme keduanya berat sebelah, pengalaman manusia merupakan paduan antara sintesa unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori. Ciri-ciri kritisme dapat disimpulkan dalam tiga hal :
a.     Menganggap objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
b.    Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mempu menjangkau segalanya atau fenomenanya saja.
c.     Menjelaskan bahwa manusia atau sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara unsur anaximenes priori yang berasal dari rasio berupa ruang dan waktu dan peranan aposteriori yan berasal dari pengalaman yang berupa materi.

4.    Materialisme
Aliran ini mengatakan bahwa materi itu ada sebelum jiwa dan dunia materi adalah yang pertama, sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah nomor dua. Materialisme modern mengatakan bahwa alam merupakan kesatuan material yang tak terbatas. Alam termasuk didalamnya segala materi dan energi selalu ada dan tetap ada, dan alam itu adalah realitas yang keras, material, objektif yang dapat diketahui oleh manusia. Terdapat dua bentuk aliran materialis :
a.     Materialisme mekanik mengatakan bahwa semua bentuk dapat dieterangkan menurut hukum yang mengatur materi dan gerak. Semua kejadian dan kondisi adalah akibat yang lazim dari atau bentuk-bentuk yang lebih tinggi atau kompleks.
b.    Materialisme dialektik dengan tokoh Karl Marx (1818-1883) menilai bahwa dunia misterius itu konstan, baik dalam gerak, perkembangan maupun regenerasinya, materi adalah yang primer sedangkan ide adalah sekunder.

5.    Idealisme
Aliran ini menekankan pada akal sebagai hal yang lebih dulu daripada materi, idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran, akal atau jiwa dan bukan benda material dan kekuatan. Aliran idealisme dapat dibagi dalam beberapa kelompok diantaranya :
a.     Aliran idealisme subjektif-immaterialisme
Menurut aliran ini akal, jiwa, dan persepsi-persepsinya atau ide-ide merupakan segala yang ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.
b.    Aliran idealisme objektif
Menurut aliran ini pikiran adalah esensi dari alam, dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobjektifitaskan. Tokohnya Plato (427-347 SM) yang membagi dunia dalam dua bagian, yaitu dunia persepsi dan alam di atas alam benda; yaitu alam konsep, ide, universal atau esensi yang abadi.

6.    Positivisme
Menurut positivisme pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihii fakta-fakta. Perbedaan positivisme dengan empirisme adalah bahwa positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah, tetapi hanya mengandalkan fakta-fakta belaka.

7.    Pragmatisme
Adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Tokoh utama aliran ini adala William James dan John Dewey di AS. Di Inggris ada FC. Schiller, Charles S. Pierce, dan George Herbert Mead. Ada tiga patokan yang disetujui oleh aliran pragmatisme ini yaitu,
a.     Menolak segala intelektualisme
b.    Absolutisme
c.     Meremehkan logika formal.

8.    Sekularisme
Adalah sistem etika plus filsafat yang bertujuan memberi interpretasi atau pengertian terhadap kehidupan manusia tanpa percaya kepada Tuhan, kitab suci, dan hari kemudian. Tetapi menurut Ensyclopedia Americana lebih menonjolkan sekularisme sebagai suatu sistem etika yang didasarkan atas prinsip-prinsip moralitas alamiah dan bebas dari agama wahtu dan spiritual.
Tokoh pendiri sekularisme adalah Jacob Holyoake yang menrupakan bentuk peniadaan peran warna kristiani pada seluruh kehidupan barat, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya pada umumnya.

9.    Filsafat Islam
Menurut Sirajuddin Zar (2004: 15) filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran islam. Menurut Zar filsafat islam cakupannya sangat luas.
Filsafat islam dapat diartikan sebagai filsafat yang dikembangkan oleh orang-orang islam, yang mengkaji masalah hakikat yang ada dari mana asalnya dan dari mana asalnya, kemana akhirnya.